Penjelajah Tak Sengaja
Penjelajah Tak Sengaja.
Manusia berencana, tuhan yang menentukan.Kurang lebih begitulah. Sehebat apapun rencana kita, sematang bagaimanapun, jika belum menjadi kehendak-Nya maka belum diizinkan. Secanggih apapun rencana yang kita buat tetap ada celah resiko kegagalan.
sedikit berbagi cerita. Pernah suatu ketika berkeinginan. Bosen kalau tinggal dan menetap di suatu tempat. Tapi berkeinginan juga untuk tinggal di pinggiran perkotaan. wilayah urban village tepatnya. Kenapa sempat terfikir demikian?
Begini, dulu berfikir ingin hidup berpindah-pindah karena ingin berpetualang, itu alasan pertama. kedua, tidak ingin terikat dengan lingkungan, dengan orang orang, intinya alasan kedua adalah kebebasan. ketiga, ingin mencari suasana baru, tidak ingin tergantung, bergantung, dan terjerat dengan urusan orang. keempat, ingin tidak dikenal.
Tetapi bersamaan dengan itu, ada keinginan untuk menetap. Tinggal bersama keluarga di pinggiran kota. Mengolah lahan sendiri, beternak, berkebun, tinggal tanpa hingar bingar dan hiruk pikuk perkotaan, tetapi mudah menjangkau akses segala hal. Ingin apapun tersedia, ingin pergi kemanapun terjangkau, ingin apapun mudah. (Barangkali ini terlalu menghayal seperti pertanian di negara barat).
Kemudian, berjalan waktu terus belajar dari kehidupan. Pertama, manusia tidak dapat terlepas dari orang lain. apapun itu, dengan orang yang dikenal atau tidak dikenal. Sering bertemu, atau sekedar urusan tertentu. Kedua, seiring bertambahnya usia menjadi tua, tanggung jawab dan beban yang tadinya sebagai anak, kini sudah berubah. Bukan lagi yang menerima dan siap menikmati, tetapi bagaimana supaya bisa mencukupi dan tercukupi.
Barangkali, saat ini tentang keinginan pertama itu sedang terjadi. Tapi kami menikmati. Setiap orang melihat sisi lain yang berbeda. Ada yang mengatakan, wah keren tiap minggu kesana kesini, tiap hari disana disini. Tetapi tidak sedikit yang mengatakan, jangan hidup seperti dia, kesana kesini, habis waktu dijalan saja.
Keduanya benar, dilihat dari sudut pandang manapun, setiap peristiwa ada "pembelaan" terhadap "pembenaran", tergantung bagaimana posisi kita bersikap.
Tenang saja, semua tidak ada yang sia sia.
Selamat mengambil pelajaran.
Untuk yang pertama mengatakan, wah enak, keren tiap minggu bisa kesana kesini, tinggal dimana saja sesuka hati. Benar sekali kami menikmati, meskipun banyak yang tersembunyi. Air mata, keluh kesah, apapun yang berkaitan dengan kesabaran dan keikhlasa.
Lagi lagi, kembali pada paragraf pertama, sepandai apapun berencana, kita hanya bisa berencana, selebihnya DIA yang mebentukan.
Selanjutnya bagaimana?
Meminjam salah satu kalimat yang dituliskan senior dalam beranda facebooknya "dulu ketika kecil diajarkan oleh sang guru untuk tidak menanyakan apa rencana besok, tetapi bertanyalah apa yang akan ditakdirkan besok".
semoga bisa paham maknanya.
Bogor 26/08/19
Manusia berencana, tuhan yang menentukan.Kurang lebih begitulah. Sehebat apapun rencana kita, sematang bagaimanapun, jika belum menjadi kehendak-Nya maka belum diizinkan. Secanggih apapun rencana yang kita buat tetap ada celah resiko kegagalan.
sedikit berbagi cerita. Pernah suatu ketika berkeinginan. Bosen kalau tinggal dan menetap di suatu tempat. Tapi berkeinginan juga untuk tinggal di pinggiran perkotaan. wilayah urban village tepatnya. Kenapa sempat terfikir demikian?
Begini, dulu berfikir ingin hidup berpindah-pindah karena ingin berpetualang, itu alasan pertama. kedua, tidak ingin terikat dengan lingkungan, dengan orang orang, intinya alasan kedua adalah kebebasan. ketiga, ingin mencari suasana baru, tidak ingin tergantung, bergantung, dan terjerat dengan urusan orang. keempat, ingin tidak dikenal.
Tetapi bersamaan dengan itu, ada keinginan untuk menetap. Tinggal bersama keluarga di pinggiran kota. Mengolah lahan sendiri, beternak, berkebun, tinggal tanpa hingar bingar dan hiruk pikuk perkotaan, tetapi mudah menjangkau akses segala hal. Ingin apapun tersedia, ingin pergi kemanapun terjangkau, ingin apapun mudah. (Barangkali ini terlalu menghayal seperti pertanian di negara barat).
Kemudian, berjalan waktu terus belajar dari kehidupan. Pertama, manusia tidak dapat terlepas dari orang lain. apapun itu, dengan orang yang dikenal atau tidak dikenal. Sering bertemu, atau sekedar urusan tertentu. Kedua, seiring bertambahnya usia menjadi tua, tanggung jawab dan beban yang tadinya sebagai anak, kini sudah berubah. Bukan lagi yang menerima dan siap menikmati, tetapi bagaimana supaya bisa mencukupi dan tercukupi.
Barangkali, saat ini tentang keinginan pertama itu sedang terjadi. Tapi kami menikmati. Setiap orang melihat sisi lain yang berbeda. Ada yang mengatakan, wah keren tiap minggu kesana kesini, tiap hari disana disini. Tetapi tidak sedikit yang mengatakan, jangan hidup seperti dia, kesana kesini, habis waktu dijalan saja.
Keduanya benar, dilihat dari sudut pandang manapun, setiap peristiwa ada "pembelaan" terhadap "pembenaran", tergantung bagaimana posisi kita bersikap.
Tenang saja, semua tidak ada yang sia sia.
Selamat mengambil pelajaran.
Untuk yang pertama mengatakan, wah enak, keren tiap minggu bisa kesana kesini, tinggal dimana saja sesuka hati. Benar sekali kami menikmati, meskipun banyak yang tersembunyi. Air mata, keluh kesah, apapun yang berkaitan dengan kesabaran dan keikhlasa.
Lagi lagi, kembali pada paragraf pertama, sepandai apapun berencana, kita hanya bisa berencana, selebihnya DIA yang mebentukan.
Selanjutnya bagaimana?
Meminjam salah satu kalimat yang dituliskan senior dalam beranda facebooknya "dulu ketika kecil diajarkan oleh sang guru untuk tidak menanyakan apa rencana besok, tetapi bertanyalah apa yang akan ditakdirkan besok".
semoga bisa paham maknanya.
Bogor 26/08/19
Komentar
Posting Komentar